Daniel
Lelaki Impianku Namaku Rhena. Aku anak dari keluarga yang dapat dikatakan tidak
kaya tetapi juga tidak kekurangan, aku dari keluarga yang berkecukupan. Bentuk
tubuhku juga tak terlalu menarik layaknya lekukan tubuh Aura Kasih dan wajahku
juga tak begitu cantik bak seorang Putri Salju di dalam dongeng sebelum tidur
anak-anak. Aku tinggal bersama dengan nenekku di sebuah pinggir kota. Aku
mencintainya dan telah berjanji menjaganya hingga ujung usianya. Ayah dan ibuku
bekerja sebagai seorang tenaga pengajar di tanah seberang. Aku lebih memilih
tinggal dan hidup bersama nenekku karena aku ingin menjaganya dan aku juga
ingin hidup mandiri, tidak menggantungkan semua masalah pada orangtua.
Orangtuaku sangat memperhatikan aku meskipun kami sering mengalami masalah
karena aku kurang menghormati mereka. Aku sering tidak membalas sms serta
mematikan telepon dari mereka saat mereka sedang berbicara karena menurutku apa
yang mereka katakan selalu membuat diriku tidak bebas. Sifatku memang begini.
Ini hidupku jadi apapun yang aku ambil aku juga siap menerima akibatnya. Ya,
aku mengerti kelebihan memperhatikanku menjadi bumerang bagi mereka karena
sikap cuekku. Aku cuma ingin berusaha menjalani dan mencari jati diri hidupku
melalui jalanku sendiri bukan jalan orangtuaku. Aku bersyukur karena aku telah
bekerja sebagai ketua staff bidang marketing di salah satu perusahaan pembuatan
bahan kosmetik. Tahun ini aku sudah menjalani enam tahun masa kerjaku. Hal ini
tentu saja membuatku semakin tahu dan mengerti tentang dunia perdagangan dan
bisnis. Bertahan bekerja selama enam tahun itu tidaklah gampang. Suka dan duka
pernah aku lewati. Ada kalanya juga aku kurang mampu mengemban tugas apalagi
ketika dihadapkan pada masalah target penjualan yang sudah ditetapkan
perusahaan tidak terpenuhi tapi untungnya teman-teman staff marketing dalam
kantorku bisa membantuku sehingga kami bisa mengatasi masalah tersebut
bersama-sama. Aku berusaha bekerja dengan jujur dan telaten dalam perusahaan
itu. Aku juga sering dijadikan asisten pendamping oleh bosku sendiri saat
berkunjung atau berkerja sama dengan instansi atau perusahaan lain. Jadi dapat
dikatakan bahwa pengalamanku terus bertambah setiap waktunya. Aku sangat
menyukai musik keras seperti musik metal, terutama old school metal seperti
Slayer, Sepultura dan Obituary. Hampir setiap album dari grup band itu aku
miliki walau tidak komplit semuanya. Aku mulai menyukainya saat aku mulai
beranjak remaja. Meskipun banyak orang menggangap musik metal adalah musik
setan dan banyak menyebabkan sifat orang menjadi brutal, aku tetap menyukainya.
Sebenarnya mereka itu kurang tepat medefinisikan metal itu bagaimana. Mereka
melihatnya dari segi negatifnya padahal banyak sekali sisi positif yang dapat
dicontoh. Musik metal bukanlah seperti yang mereka pikirkan. Metal itu adalah
mengajarkan tentang apa yang harus kita perbuat melalui cara yang berbeda.
Selain itu aku juga menyukai musik punk rock terlebih pada grup musik yang
mengandalkan tema sosial, moral dan ajakan keluar dari aturan yang mengengkang
kebebasan seperti Rancid, The Casualties serta Sex Pistols. Bagiku musik adalah
racun sekaligus obat penenang saat masalah kantorku menumpuk. Aku memiliki
rekan kerja selera musiknya juga sama sepertiku. Dia Daniel. Lelaki bertubuh
tinggi dan agak gemuk karena suka sekali makan banyak di malam hari. Ia baru
bekerja selama empat setengah tahun bersamaku. Saat aku bermain dirumahnya,
tanpa sengaja aku melihat banyak sekali koleksi album dalam bentuk cd ataupun
kaset di dalam lemarinya. Album dari band metal dan punk hampir lengkap ia
koleksi, salah satu yang membuat aku terkesan dia juga mengoleksi album Slayer,
band yang juga menjadi band favoritku. Album Slayer seperti Show No Mercy,
Reign In Blood, hingga World Painted Blood juga ia miliki. Aku sangat kagum
padanya. Di tengah kesibukannya di kantor dan merawat adik-adiknya, ia masih
sempat meluangkan waktu untuk hobinya itu. Sungguh manajemen waktu dan uang
yang sangat terencana. Terlewat di benakku jika Daniel menjadi pacarku. Selera
kami sama pastinya akan membuat kami lebih akrab. Kami bisa melakukan berbagai
hal bersama. Aku sangat ingin pasangan hidupku adalah dia, tapi entahlah hingga
kini kami masih sebatas rekan kerja saja Meskipun pengalaman kerja Daniel bisa
dikatakan di bawahku tetapi ia memiliki pemikiran yang kreatif dan penuh
inovasi, sehingga tak jarang pula dalam setiap ada proyek baru aku selalu
memilih berpatner dengannya sehingga kadang kami sering dijadikan bahan olokan
di kantor karena hubungan kami yang makin lama semakin dekat. Wajahnya yang
ganteng membuat banyak wanita yang mudah jatuh hati padanya dan berusaha
mendekatinya. Tapi entah kenapa selalu saja Daniel tidak menerima mereka.
Katanya ia ingin fokus pada perkerjaannya dahulu dan pada pendidikan
adik-adiknya. Lagipula ia juga tak ingin memiliki kekasih yang tidak
bersungguh-sungguh dalam menjalani hubungan. Ia tinggal bersama ketiga adiknya
dan setiap harinya ia selalu memberi makan dan mengantar jemput ketiga adiknya
itu. Ia adalah lelaki yang sayang dengan saudaranya sendiri. Daniel adalah
sosok pekerja keras. Aku terkesan saat mengetahui sifatnya yang begitu
bertanggung jawab. Tak jarang ia pulang malam untuk lembur mengerjakan
pekerjaannya. Ia juga baik hati. Biaya sekolah dan hidup ketiga adiknya
semuanya ia tanggung setelah bapaknya meninggal dua tahun lalu. Sebenarnya
ibunya sangat ingin berkerja mencari uang untuk keperluan sehari-hari tetapi
Daniel tidak memperbolehkan karena menurut Daniel ibunya lebih baik merawat
adik-adiknya saat mereka dirumah. Ibunya yang hanya bekerja sebagai ibu rumah
tanggapun tak bisa berbuat apa-apa. Selain bekerja di perusahaan bersamaku ia
juga kadang keliling manggung di caffe di kota setiap minggu bersama dengan
band akustiknya untuk mendapatkan biaya tambahan. Dari hasil manggung tersebut
ia menyisihkan uangnya untuk digunakan membeli kebutuhan rumahnya. Sungguh
seorang lelaki yang aku idam-idamkan. Diam-diam aku menyukainya tetapi aku malu
untuk mengatakan karena takut dia menolak lalu menjauhiku. Pernah juga
menceritakan masa lalunya tentang hubungan kisah cintanya dengan seorang wanita
yang telah mengecewakannya karena telah meninggalkannya dirinya demi lelaki
lain tanpa alasa yang jelas. Mungkin karena itu juga ia tak ingin terlalu cepat
mendapatkan pasangan lagi. Pernah suatu keteka saat hari libur aku dan Riska,
teman dekatku di kantor meluangkan waktu untuk menonton film action fantasi di
sebuah bioskop. Setelah membeli tiket dan masuk ruangan bioskop, tiba-tiba ada
yang memanggilku dari arah depan. “Rhen...Rhena !” bunyi suara itu. Aku
berusaha mencari sumber suara itu. Tanpa disangka-sangka yang memanggil aku
adalah si Daniel. “Hei ! Kamu nonton juga disini ?” tanyaku. “ Ia, kamu juga
suka film ini ya?” tanyanya kembali. “Ia, Riska juga suka kok makanya kami
berangkat bareng. Kamu sama siapa Niel ?” tanyaku kembali. “Ya sendirilah Rhen,
mana pernah Daniel ngajak perempuan nonton bareng.” potong Riska dengan nada
yang sedikit mengece. "Hahaha, tahu aja lu Ris ! Yuk duduk, bentar lagi
udah dimulai filmnya.” Kemudian kami bertiga duduk dinomor kursi sesuai dengan
yang tertera di tiket . Aku duduk di tengah-tengah mereka. Samping kiriku
Daniel sedangkan samping kananku Riska. Tak kusangka selera film Daniel juga
sama denganku. Aku berpikir misalkan kami nantinya bisa berpacaran pasti akan
serasi. Pembicaraan kami akan saling nyambung satu dengan yang lain. Hobi dan
selera kami juga sama yaitu di bidang musik. Tapi sayangnya Daniel sepertinya
masih ingin sendiri. Tapi dilihat dari sikap Daniel yang seakan-akan peduli
padaku membuat aku ragu dengan perasaanku sendiri kepadanya, apakah ia juga
menyukaiku sama seperti aku menyukainya ataukah hanya sekedar menghormatiku
sebagai atasannya di kantor. Kusimpan terus keraguan itu dalam-dalam di hatiku.
Aku hanya bisa mengganguminya tanpa bisa mengucapkan perasaanku padanya karena
pada dasarnya aku orangnya memang suka gugup jika harus berkata jujur mengenai
rasa suka pada oranglain, apalagi pada seorang laki-laki. Masih teringat di
benakku ketika aku sakit demam berdarah dan harus dirawat di rumah sakit,
dialah yang paling setia menemaniku sampai aku diijinkan pulang kerumah oleh
dokter. Mengambilkan dan menyuapiku makan hingga mendengarkan semua
keluh-kesahku tentang apa yang kurasakan saat itu. Ia rela meninggalkan ketiga
adiknya demi aku seorang. Di saat itulah hatiku sebenarnya telah benar-benar
jatuh hati padanya. Sosok seperti Daniellah yang sangat dibutuhkan saat seorang
wanita sedang sakit. Aku percaya bahwa dia adalah lelaki yang telah disiapkan
Tuhan untuk menjadi pendamping hidupku. Di setiap doaku selalu kusisipkan
namanya supaya ia bisa menjadi milikku seutuhnya. Semakin hari hubungan kami
semakin dekat. Hampir setiap waktu kami habiskan bersama. Mulai dari menonton
film bioskop, menonton konser hingga berlibur bersama ketiga adiknya saat hari
libur. Aku tidak merasa bosan karena dia sangat asyik jika diajak berbicara.
Aku dan adiknyapun semakin saling kenal, mereka sangat lucu. Adiknya yang
pertama, Dandi duduk dikelas dua SMA. Adiknya yang kedua, Hania duduk di kelas
1 SMP sedangkan adiknya yang paling kecil dan yang paling lucu bernama Melia.
Ia baru duduk di kelas satu SD. Dialah yang sangat dekat denganku. Tak jarang
dia bermalam dirumahku jika keesokan harinya libur. Intinya aku nyaman jika
berada di dekat mereka. Besok kembali aku harus berkerja di kantor. Kusiapkan
kembali semangatku dan aku tidur agak duluan supaya besok tidak terlambat
bangun. Tiba-tiba teleponku berdering, kulihat dilayar terdapat nama kontak
Daniel. Akupun mejawab panggilan darinya. “Hallo, ada apa Daniel?” “Haloo juga
Rhen, maaf malem-malem ganggu kamu. Aku cuma mau bilang kalau besok aku ga bisa
berangkat kerja”. “Kenapa ?” tanyaku “Aku harus ngerawat Melia. Dia kecelakaan
tadi. Sekarang lagi dirumah sakit.” Jawabnya. Seketika itu aku langsung
terkejut, aku hampir tak bisa mengucapkan apapun dari mulutku. Sejenak
pembicaraan di telopon berhenti. Aku tak tahu apa yang harus kulakukan. “Rhen ?
Rhena ?” tanyanya “Ia... Ia .. Maaf tadi aku kaget mendengar kabar darimu.
Sekarang dia di rumah sakit mana?” “Rumah Sakit Bakti Usada” jawabnya “Oke aku
kesana sekarang” “Makasih Rhen udah mau kesini” “Ia Niel” Kututup pembicaraan
dan segera ku memakai jaket dan menyiapkan motor. Ku tancapkan gas menuju rumah
sakit. Sesampainya disana segera ku parkirkan motor lalu masuk menuju
resepsionis. Kutanyakan ruang kamar dimana Melia dirawat. Kamar Melati XXI.
Segera kulangkahkan kaki menuju ruang kamar tersebut. Sesampainya disana,
kulihat ada Daniel dan kedua adiknya. Kedua adiknya duduk dibangku panjang
dengan wajah sedih sedangkan Daniel mondar-mandir di depan kamar, kelihatannya
dia sangat panik. “Daniel ? Bagaimana Melia ? Dia baik-baik sajakan?” tanyaku
“Kondisinya terus menurun. Dokter lagi memeriksa di dalam. Dia mengalami
pendarahan yang hebat di bagian kepalanya. Tadi sempat dilarikan di UGD
kemudian di pindah ke sini” jelasnya. “Ya Tuhan. Semoga tidak terjadi yang
lebih buruk kepada Melia. Kamu sudah bicara dengan ibumu tentang kejadian ini
belum Niel ?” tanyaku “Sudah. Tapi dia ga bakal kesini. Kerena hari sudah
larut” Jawabnya Akupun hanya bisa mengganguk menurut saja. Aku duduk di bangku
bersama kedua adiknya. Ku elus-elus pundak mereka berdua, sekiranya beban kedua
anak tersebut sedikit berkurang. Aku kemudian mengeluarkan telepon dan
menghubungi bosku. Aku meminta ijin bahwa besok aku dan Daniel tidak bisa masuk
kerja karena adiknya sedang sakit. Boskupun langsung mengijinkanku dan berharap
agar adik Daniel Cepat sembuh. Tak lama kemudian dokter dan seorang suster
keluar dari kamar Melia dan langsung menghampiri Daniel. “Saudara Daniel?” “Ya,
dengan saya sendiri pak dokter. Bagaimana keadaan adik saya dok ?” “Adik saudara
baik-baik saja. Pendarahan di kepaIanya sudah mulai berhenti. Ia cuma butuh
istirahat cukup untuk memulihkan kondisi tubuhnya.” terang dokter itu. “Ohya
pak dokter. Terima kasih pak” ucap Daniel. “Ya sama-sama” balas pak dokter. Aku
dan kedua adiknya langsung masuk melihat kondisi Melia. Ia terbaring tak
berdaya di ranjang dan berselimut biru. Perban yang menutupi kepalanya terlihat
baru saja diganti. Ku pegang tangan yang lemas, terasa tidak dingin. Aku lalu
menawarkan diri kepada Daniel untuk bermalam menjaga Melia hingga kondisi Melia
membaik. Danielpun mengijinkanku. Malam semakin larut. Daniel dan kedua adiknya
sudah tidur. Akupun hampir tertidur karena rasa kantuk yang terus berusaha
menguasaiku. Kutuangkan kopi yang telah disediakan Daniel di meja untuk
mengurangi rasa kantukku. Saatku kembali duduk menjaga Melia, tiba-tiba tangan
Melia bergerak dan matanya terbuka secara perlahan. Iapun langsung berkata.
“Kak Rhena ngapain disini ?” tanyanya Aku yang terkejut berusaha tenang dan
menjawab pertanyaannya. “Kak Rhena disini nungguin kamu. Kamu kan lagi sakit
sayang.” Jawabku singkat. “Ia Kak, kepalaku sakit sekali, tapi sekang udah agak
mendingan kok. Kak Daniel dimana kak ?” “Udah tidur sayang” jawabku. “Boleh
ngomong sesuatu ga kak ?” tanyaknya “Boleh sayang, mau ngomong apa sih ?”
kataku sambil memberikan senyum padanya. “Sebenernya Kak Daniel pernah cerita
banyak tentang kakak, dia cerita kalau dia suka kakak tapi dia belum bisa
ngomongin itu. Dia mau mengatakannya pas ulang tahun Kakak Rhena. Jadi Kakak
Rhena jangan punya pacar dulu ya sampai Kakak Daniel jadi pacar kakak.”
Terangnya Aku yang medengarnya sedikit terkejut dan sedikit terhibur karena
ucapannya yang sangat polos. “Ia adik sayang. Kakak juga suka sama Kak Daniel.”
“Beneran kak? Janji loh ga bakal punya pacar dulu sebelum Kak Daniel jadi pacar
kakak ?” tanyanya meminta kesungguhanku. “Ia, kakak janji. Asalkan adik kakak
ini cepet sembuh“ jawabku santai. “Hu.um” jawabnya sambil mengganggukkan
kepalanya. “Kamu laper ga? Makan dulu yuk. Ini udah ada nasi sama sayur bayam
kesukaanmu nih.” Kataku sambil menawarkan nasi dari rumah sakit kepadanya. Aku
pun kemudian menyuapinya pelan-pelan. Aku sangat senang sekali bisa mendapatkan
kesempatan merawatnya. Ia hanya menghabiskan setengah wadah makanan. Setelah
kuberi minum ia langsung tertidur. Mungkin rasa sakit kepalanya mulai kambuh
sehingga ia ingin kembali tidur. Keesokan harinya tanpa terasa aku masih tidur
disamping Melia. Daniel membangunkan aku. Ia mengatakan padaku bahwa Melia pagi
ini juga sudah bisa dibawa pulang karena kondisinya sudah membaik. Kemudian
kami membereskan kamar Melia hingga tak ada barang bawaan kami yang tersisa.
Kami pulang ke rumah naik taksi , sesampainya dirumah Daniel langsung membopong
Melia ke kamarnya dengan hati-hati. Aku meletakkan segala macam bawaan ke dalam
rumah mereka. Sesudahnya aku langsung diajak bicara oleh Daniel. “Rhena , ada
sesuatu yang harus aku omongin ke kamu.” “Apa ?” Sempat sejanak kami terdiam,
kemudian ia beranikan bicara. “Aku suka kamu. Adik-adikku juga. Aku mau
hubungan kita jadi lebih dekat. Maukah kamu jadi pacarku? Perasaanku mengatakan
bahwa aku dan keluargaku nyaman bersamamu. Sebenarnya aku sudah lama menyukaimu
tapi aku mencoba memilih waktu yang terpa untuk mengatakan hal ini. Terserah kamu
mau menerimanya atau menolaknya. Aku bakal lapang menerima jawabanmu.”
jelasnya. Seperti dihujankan seribu bola salju ke dalam jantungku. Aku terkejut
dan Hampir tak sanggup ku berkata-kata. Aku hanya bisa menganggukkan kepala
dihadapannya. Impianku yang selama ini di impikan akhirnya menjadi kenyataan.
Tuhan memang mengerti apa yang dibutuhkan umatnya. Tak sia-sia doa yang selalu
ku ucapkan. Akhirnya Daniel menjadi pasanganku. Keluarganyapun menerima diriku
dengan baik, apalagi ibunya yang sangat merindukan seorang yang bisa menemani
Daniel. Mungkin dalam waktu dekat jika ada libur aku akan memperkenalkan Daniel
pada orangtuaku yang berada di seberang sana. Aku berharap mereka juga bisa
menerimanya sama saperti keluarga Daniel menerimaku.